Still a Long Way to Go.
Angin dingin bertiup kencang di atas bukit, menebarkan debu-debu halus yang beterbangan ke segala arah. Di bawah langit kelabu yang murung, Sung Jinwoo berdiri di atas tanah yang dipenuhi dengan sisa-sisa reruntuhan dari sebuah benteng kuno. Setiap langkahnya menggema di kesunyian yang menyesakkan, seolah-olah dunia ini telah dilupakan oleh waktu itu sendiri.
Jinwoo menyentuh batu di dekat kakinya, merasakan energi yang begitu kuat mengalir darinya. Ini bukan sekadar dungeon biasa. Ini adalah tempat yang telah lama terlupakan, yang menyimpan misteri besar, dan mungkin bahkan bahaya yang lebih besar.
Ia menatap ke kejauhan, di mana bayangan-bayangan gelap mulai muncul di antara reruntuhan itu. Musuh-musuh yang sebelumnya hanya ia dengar ceritanya, kini berdiri di hadapannya. Berbeda dari sebelumnya, kali ini musuhnya bukan hanya monster biasa, tetapi entitas yang jauh lebih kuat.
“Ini… hanya awal,” pikir Jinwoo sambil mengepalkan tangan, matanya berkilat tajam.
Tahun-tahun sebagai hunter telah mengajarkannya banyak hal, tetapi setelah terjadinya pertempuran besar dengan para Monarch, ia menyadari satu hal yang tak bisa dipungkiri: ia belum cukup kuat. Ada lebih banyak hal yang belum ia ketahui. Dan lebih banyak lagi tantangan yang akan datang. Ini bukanlah akhir dari perjalanannya—ini baru permulaan.
Di belakangnya, suara langkah kaki terdengar. Beru, salah satu pasukan bayangannya, muncul dengan tubuh besar dan mata merah menyala. “Tuanku, musuh mendekat,” kata Beru dengan suara yang dalam.
“Baik,” jawab Jinwoo singkat, tidak menunjukkan sedikit pun rasa cemas. Dia mengangkat tangan, dan pasukan bayangannya muncul dari dalam tanah. Mereka, prajurit bayangan setia, siap untuk bertempur.
Namun, sebelum dia melangkah lebih jauh, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah suara muncul dari belakangnya, membuatnya berhenti sejenak. Suara itu familiar. Suara seorang pria yang dia kenal sangat baik.
“Sung Jinwoo,” suara itu terdengar dalam. “Apakah kau tahu betapa jauh perjalananmu akan berjalan?”
Jinwoo berbalik, matanya menatap ke arah pria yang kini berdiri di hadapannya. Sung Il-Hwan. Ayahnya, yang selama ini hilang tanpa jejak. Dia berdiri di sana, dengan ekspresi yang sulit dibaca, seolah-olah mengawasi langkah Jinwoo yang telah jauh melangkah.
“Perjalanan ini… masih panjang, Jinwoo,” kata Il-Hwan, menatapnya dengan tatapan tajam. “Tidak peduli seberapa kuat kau menjadi, ada lebih banyak yang harus kau pelajari. Dan ada banyak musuh yang lebih kuat dari yang pernah kau temui.”
Jinwoo menatap ayahnya dengan tatapan yang penuh kebingungan. Meskipun kata-kata itu berat, dia bisa merasakan ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya. Sebuah peringatan.
“Apa maksudmu?” tanya Jinwoo.
Il-Hwan tidak menjawab langsung. Ia hanya mengangkat tangannya, menunjuk ke horizon, ke tempat di mana gelap menyelimuti dunia. “Di sana. Itu adalah tempat di mana tak ada yang bisa lari. Hanya yang kuat yang bertahan.”
Jinwoo menatap tempat yang ditunjuk ayahnya. Dalam hati, dia merasa ragu, tetapi tekadnya tidak goyah. Dia tahu perjalanan ini masih jauh, dan tantangan yang lebih besar akan menantinya.
“Aku akan melanjutkan,” jawab Jinwoo dengan suara yang lebih dalam, lebih tegas.
Il-Hwan menatapnya sejenak, kemudian mengangguk perlahan. “Hati-hati, Jinwoo. Perjalanan ini tidak akan mudah.”
Tanpa berkata lebih banyak, Il-Hwan menghilang ke dalam bayangan, meninggalkan Jinwoo dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Di sana, di antara reruntuhan yang sunyi, Jinwoo kembali memandang musuh-musuh yang mulai bergerak maju.
“Masih jauh,” kata Jinwoo pada dirinya sendiri, “tapi aku akan sampai ke tujuan itu. Aku tidak akan berhenti.”
Dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya, Jinwoo melangkah maju, menuju pertempuran yang lebih besar, perjalanan yang lebih panjang, dan misteri yang harus dipecahkan. Tidak ada jalan yang mudah, tetapi dia tahu bahwa setiap langkah yang dia ambil akan membuatnya lebih dekat dengan tujuannya.
Perjalanan ini masih jauh, pikirnya. Tapi dia siap menghadapinya.