Momen Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said Bertemu di Lereng Gunung Wilis: Merancang Siasat Perlawanan

X
Share

Pertemuan antara Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said di lereng Gunung Wilis merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Jawa. Peristiwa ini tidak hanya menandai persatuan dua tokoh besar dalam perjuangan, tetapi juga menjadi awal dari rencana-rencana strategis yang membawa dampak besar bagi perlawanan rakyat Jawa.

Latar Belakang Pertemuan

Pada abad ke-18, Jawa berada dalam kondisi yang sangat kacau akibat konflik internal kerajaan dan intervensi kolonial Belanda melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC terus memperluas pengaruhnya dengan memanfaatkan konflik internal di Kerajaan Mataram untuk memperkuat kekuasaannya. Dalam situasi ini, muncul dua tokoh penting: Pangeran Mangkubumi, saudara dari Sunan Pakubuwono II, dan Raden Mas Said, seorang bangsawan pemberontak yang dikenal dengan sebutan “Pangeran Sambernyawa.”

Pangeran Mangkubumi menentang pengaruh VOC yang semakin dominan di Mataram, terutama setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang membagi kerajaan menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sementara itu, Raden Mas Said telah memulai perjuangannya lebih awal, memimpin berbagai serangan gerilya terhadap pasukan VOC dan kerajaan-kerajaan yang dianggap pro-Belanda.

Pertemuan di Lereng Gunung Wilis

Pada suatu titik di puncak perjuangan mereka, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said memutuskan untuk bertemu di lereng Gunung Wilis. Gunung Wilis, yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dipilih sebagai tempat pertemuan karena lokasinya yang strategis dan sulit dijangkau oleh pasukan VOC. Pertemuan ini terjadi sekitar tahun 1746, ketika keduanya menyadari bahwa perlawanan yang terpisah-pisah tidak akan cukup untuk menghadapi kekuatan VOC yang besar.

Dalam pertemuan tersebut, keduanya berdiskusi mengenai siasat perang, strategi diplomasi, dan rencana untuk memperkuat kekuatan pasukan mereka. Pangeran Mangkubumi membawa pengalaman dan wibawanya sebagai anggota keluarga kerajaan, sementara Raden Mas Said menyumbangkan semangat juang dan keterampilan taktisnya dalam perang gerilya. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk bersatu dalam perjuangan melawan VOC dan kerajaan-kerajaan yang menjadi sekutunya.

Strategi Perlawanan

Hasil dari pertemuan ini adalah pembentukan aliansi yang lebih kuat dan terkoordinasi. Mereka sepakat untuk menggunakan taktik perang gerilya, yang melibatkan serangan mendadak terhadap pos-pos Belanda dan gangguan terhadap jalur logistik mereka. Selain itu, mereka juga berusaha mendapatkan dukungan dari rakyat dengan menekankan bahwa perjuangan ini adalah untuk membebaskan Jawa dari penindasan asing.

Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said juga menggunakan pendekatan diplomasi untuk melemahkan pengaruh VOC. Mereka mencoba menarik simpati dari kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Jawa, menawarkan perlindungan dan aliansi sebagai alternatif dari ketergantungan pada VOC.

Dampak Pertemuan

Pertemuan di Gunung Wilis menjadi titik balik yang signifikan dalam sejarah perlawanan Jawa. Meskipun pada akhirnya perjuangan mereka berakhir dengan kompromi melalui Perjanjian Giyanti, yang membagi Kerajaan Mataram, momen ini menunjukkan pentingnya persatuan dalam menghadapi penjajahan.

Pangeran Mangkubumi kemudian menjadi Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kesultanan Yogyakarta, sementara Raden Mas Said menjadi penguasa Mangkunegaran dengan gelar Mangkunegara I. Keduanya tetap dikenang sebagai pahlawan yang memperjuangkan kedaulatan Jawa di tengah tekanan kolonialisme.

Pertemuan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said di lereng Gunung Wilis bukan sekadar peristiwa historis, melainkan juga simbol dari semangat persatuan dan perjuangan melawan penindasan. Kisah ini mengajarkan bahwa kolaborasi dan strategi yang tepat dapat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan besar, bahkan dalam situasi yang tampak tidak menguntungkan.